Sejarah
Perkembangan Tasawuf
1.
Benih
tasawuf pada masa Nabi Muhammadd SAW
Hidup sufistik, secara tradisional dan
historis sudah terdapat pada masa Nabi. Sehari-hari Rasulullah beserta keluarganya
selalu hidup sederhana dan apa adanya, di samping beliau menghabiskan waktunya
untuk beribadah dan berjihat dalam mendekati Tuhannya.
Bukhari menceritakan, bahwa Rasulullah
sendiri menegaskan,” kami
adalah golongan yang tidak makan kecuali kalau lapar, dan jika kami makan, maka
tidaklah sampai kenyang.” Pada lain kesempatan Rasulullah juga bersabda,”kefakiran
adalah kebanggaanku.”
Dari kenyataan historis di atas, nampak
jelas bahwa kehidupan sufi sudah ada sejak zaman Rasulullah dan para sahabatnya.
Namun perilaku keshalihan dan kezuhudan itu memudar dan hilang pada masa
kekhalifan bani umayyah yang secara licik merebut tahta dari rakyat. Demikian
kesaksian al-Kharraz, seorang sufi terkemuka abad k-3 H/ke-9 M. Tradisi-tradisi
sufistik itu dapat kita tela’ah dan kita peroleh dari kumpulan khutbah para
sahabat, terutama Umar bin al-Khattab, dan yang paling masyhur adalah kebijakan
Ali ra.yaitu Nahj Al-Balaghah (Path of
Elloguence) yang mengemukakan prinsip tauhid-sufistik.
2.
Munculnya
Madzhab Sufi
Sejarah sufi dipengaruhi oleh dua
pikiran, menurut alam pikiran yang berkembang dalam zaman tabi’in. Gerakan sufi
terpecah menjadi dua madzhab, sebagaimana aliran-aliran lain dalam islam. Yang
satu berpuasat di Basrah sebagai pusat pemerintahan bani umayyah, dan yang
satunya lagi berpusat di kuffah, simbol dari kediaman keturunan Ali ra.dari
jalur Hasan dan Husain.
Orang-orang Arab di Basrah yang berasal
daribangsa tamimi memiliki pembawaan realis dan kritis dalam car berpikir.
Gemar terhdapp logika dalam kupasan ilmu bahsa, realis dalam bersair, kritis
dalam kupasan hadist, dengan jiwa mu;tazilah dan qodariyahnya dalamm dogmatika.
Sedang orang-orang arab di kuffah
berasal dari suku bangsa yamani, berpembawaan idealis dan tradisionalis gemar
mendalami ilmu bahasa, plato dalam syair, pengikut nadzhab Zhahiri dalam
hadist, dengan jiwa syi’ah dan murji’ah dalam dogmatika. Mereka mendapatt guru
Rabi’ bin Khaisam (w. 686), Abu Israil Mula’i (w. 757), Jabir bin Hayyan,
Kulaib al-Saidawi, Mansur bin Ammar, Abul Athahiyyah dan Abdak. Ketiga guru
terakhir menghabiskan umurnya mengajar di Bagdad yang menjadi pusat
gerakan mistik islam sesudah tahun 864
M.
Zaman itu merupakan suatu masa pertemuan
yang pertama kali antara ilmu tasawwuf dan agama, masa perdebatan secara
terang-terangan antara ahli sufi dan para ahli ilmu fiqih, perdebatan antarr Zun Nun al-Mishri (W. 854)
dengan Nuri dan juga antara Abu Hamzah dengan al-Hallaj, yang di lakukan di
hadapan qadhi( hakim) di Bagdad.
3.
Masa
Perkembangan Ajaran Sufi Abad 2-9 H/8-15M
Era pembentukan ajaran, era
pengembangan, era purifikasi doktrin sufi atau era pemantapan doktrin (pemurnian 1), dan era
purifikasi tradisi sufi yang disebut juga era Neo-sufisme (pemurnian 2) pada sisi
lain sejaran sufi juga mencatat adanya era kejayaan sufi yang berlangsung sejak
abad ke-1 sampai abad ke-9, dan era runtuhnya kejayaan sufisme dari akhir abad
ke-9 sampai ke abad 12H. Sementara abad
ke-13 samapai awal abad ke 15 saat ini, merupakn era harapan barubagi sejarah
sufi, walaupun belum bisa di petakan secara tegas.
Tadayyun atau tujuan beragam, yakni
melaksanakan peraturan keagamaan secara disiplin dan menyatu dengan kejiwaan
dapat terlaksana dengan baik pada masa Nabi, serta masa Hula’urRasyidin yang
awal(masa Abu Bakar dan Umar). Masa itu di identikan sebagi era kegemilangan
dan kejayaan Islam, dan juga merupakan suatu kurun waktu yang di idealisasikan
sebagai era pucakal_shalaf al-shalih( dimana secara keseluruhan era ini berlangsung
sampai abad ke-3H, era Nabi, era Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ al-Tabi’in).
Saat keemasan tersebut berakhir
dengan dibunuhnya khalifaf Utsman. Peristiwa itu yang mengawali terkurasnya
terkurasnya tenaga umat Islam hanya untuk memikirkan perpecahan intern umat
Islam, dan menjadi preseden awal tentang kerusakan akhlak dan tidak lagi
meresapnya nilai tauhid dalam kehidupan keagamaan. Kondisi ini diperparah
dengan berbagai kejadian pada masa Ali bin Abi Thalib dengan perseteruan
politik dengan Muawiyyah, perang Shiffin, kondisi di Nahrawan, fitna Ibnu
Zubair, model pemerintahan Bani Umayyah yang otoriter dan berubah menjadi
kerajaan serta masalah-masalah lainya.
Pada abad ke I H paruh kedua, lahir
tokoh sufi Hasan Al- Bashri dengan membawa ajaran khauf dan raja’nya. Sejak itu
muncullah benih-benih sistematisasi tasawuf besreta garis-garis besar mengenai
jalan (thariq) penempuhan sufi yang
sudah kelihatan disusun. Ini disusul kemudian pada abad I dengan tampilnya
Rabi’ah Al-Adawiyah yang terkenal dengan ajaran hubb (cinta) Illahinya.
Corak kezuhudan itu ditandaskan lagi serta
dikembangkan secara intensif pada abad ke II, terutama didorong oleh suasana
politik yang sangat mendominasi kehidupan masyarakat, serta adanya
kecenderungankehidupan pejabat yang materialistis dan individualis.
Era pengembangan terjadi pada abad ke-3 dan ke-4 H.pada abad-abad ini, tasawuf
sudah bercorak kefanaan yang menjurus kepada doktrin kebersatuan. Persoalan
latihan ruhani yang bisa membawa kepada Tuhannya menjadi mengemuka.
Pada era abad ke-4 inilah juga
terdapat periode penting dalam gerakan
tasawuf amaly, atau thariqoty. Al-Hujwiri al –farisi yang menulis pada
pertengahan abad ke-5/
ke-11 menyatakan tak kurang dari 12 “sekte” tasawuf, 10 yang dinyatakan
ortodoks ( mu’abar),
sedang yang 2 bid”ah.
Pada abad ke IV ini muncul juga kitab risalah umum yang
palint tua dan masih bertahan hingga sekarang, yakni Al-Luma’,
karya Abu Nashr al-Saaraj (w. 378/988). Di dala kitab itu, kita akan dikenalkan
dengan tokoh sufi teosofis,Abu Thalib a-Makki( w. 386/996) yang semasa
dengannya, yang menulis kompendium berbahasa arab mengenai ujaran-ujaran ulama’
sufi, dalam kitab termasyhur Qut al-Qulub (pembekalan hati) yabg di bandang sebai
kitab perintis dan berhasill dalam membangun gagasan menyeluruh sufisme.
Era purifikasi doktrin sufi atau era
pemantapan doktrin (
pemurnian 1), terjadi pada abad ke
5 H. Pada masa ini terjadi kompetisi antara tasawuf
yang berbau filsafat dengan tasawuf model kaum sunni permulaan. Tasawuf sunni
memenangkan pertarungan, sedangkan tawanannya tenggelam dan kemudian muncul
kembali pada abad ke-6.
Pada masa ini kita saksikan tesawuf berdiri kokoh dan menyebar luas di segenap
penjuru dunia muslim. Tokoh-tohoh
tasawuf ini adalah Al-Qusyairi, Al-Hujwiri, danAl Ghazali..
Sedangkan era purifikasi tradisi sufi
yang disebut juga era Neo-Sufisme (pemurnian II) terjadi
pada awal-awal abad keVI.Tasawuf
pada era ini di tandai dengan corak falsafy, yakni kompromi serta
pemakaian term-term filsafat yang disesuaikan dengan tasawuf. Tokoh-tokoh corak falsify ini antara lain, Muhyidin
Ibnu Al-‘Arabi; Syuhrawardi Al-Maqtul; dan Ibnu Syib’in. dari embrio
itulahordo-ordo sufi berkembang, yang pada abad ke-6 mengkristal dalam bentuk
pelembagaan thariqat sufi.
Seiring dengan makin berkibarnya
sufi-thariqoh, sebenarnya mulai pertengahan akhir abad ke-9, dunia tasawuf berada
di ambang pintu yang mengkhawatirkan, sebab padad abad ini, hingga abad ke-13, bahkan akhir abad ke-14 , sufisme islam yang
dulunya cemerlang dan mampu membawa pencerahan masyarakat muslim, yang
mengharumkan agama terakhir iniengalami degradasi, baik kuantitas maupun
kualitasnya.
4.
Masa-masa runtuhnya tasawuf
Dalam sejarah peradaban Islam, abad ke-9 sampai abad ke-12 H dikena lsebagai era kevakuman
dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang pemikiran Islam, dan perkembangan
tasawuf ini. Keruntuhan sufisme de sebabkan adanya kolaborasi
penguasa dengan
para sufi.
Kebrobokan moralitas intelektual dan
moralitas spiritual itu terjadi merambah hampir di seluruh dunia Islam, yang
sebagiannya di akibatkan karena kekalahan Islam dalam perang Salib, dan pengaruh
kolonialisme yang mulai merambah seluruh
dunia. Penyimpangan tasawuf banyak terjadi, atau masih ada sebagian yang
konsisten dengan menggunakan tasawuf sebagai alat jihad.
Pada abad ke-9 H, lahir
tokoh ulama besar tasawuf, Syaikh
Naqsyabandi Bahauddin Muhammad bin Muhammad Al-Uwaisy Al-Nukhari yang kemudian
mendirikan thariqath Nasabandiyyah, yang cukup berpengaruh di Asia dan Afrika.
5. Taswuf di
Dunia Modern
Pada abad ke-19, 20, dan sampai awal
abad ke-21 ini, terdapat banyak kaum Muslim yang berusaha membangkitkan kembali
ajaran-ajaran dan praktek Islam otentik, bukan sekedar untuk menghadapi
dominasi politik dan kultural Barat.
Hingga sekarang, sebagian besar
pengamat Barat masih menganggap kaum pembaru jenis ini sebagi harapan Islam
untuk memasuki abad modern. Akan tetapi, dewasa ini, hancurnya identitas budaya
Barat dan bangkitnya kesadran tentang akar-akar ideologisdari gagasan-gagasan
seperti kemajuan dan pembangunan sudah membuat kaum modernis fanatik semakin
ter;liat naif, seklipun tidak berbahaya
Sementara
itu banyak guru sufi yang berusah sekuat tenaga untuk membangkitkan warisan
Islam dengan memuasatkan perhatian pada apa yang mereka pandang sebagai
penyebab seluruh kekakcauan , yakni
sikap melupakan Allah.
Dewasa ini, umat Islam tampaknya
lebih bayak memperoleh isnspirasi dari guru-guru sufi daripada kaum intelektual
moderniis, yangtelah tercerabut dari massa karena latar belakang akademis Barat
mereka.
Sejalan
dengan kebangkitan tasawuf di dunia Islam adalah tersebarnya ajaran-ajaran sufi
di Barat. Tasawuf spiritualis-0batiniah diperkenalkan pada awal abad ini oleh
para guru musisi India, Inayat Khan. Ajaran-ajarannya kemudian di teruskan oleh
putranya Pir Vilayat Inayat Khan, guru bagi kelompok Neww Age semacam Fritjof
Capra dan sebagainya.
Di Perancis, tasawuf umum diterima
secara luas di kalangan kaum intelektualmelalui tulisan-tulisan seorang
matematikawan yang kemudian beralih mjenjadi metafisikawan, Rene Guenon, juga
dikenal sebagai Syaikh ‘Abd Al-Wahid.
Selain itu, masih banyak terdapat guru-guru sufi
kontemporerlain seperti Syeikh fadhallah Haeri, M.H.Kabbani atau Feisal Abdul
Rauf. Merekalah sebagian dari yang tetap berjuang menjadi suluh atau obor sufi
di tengah kegelapan kehidupan modern dewasa ini.
Sumber: Tasawuf Aktual. Muhammad Sholikhin. Semarang:Pustaka Nuun. 2002